November 24, 2009

Ksatria


Seorang satria tanpa kuda berlari,
telusuri jalan terjal berliku nan terjal dan penuh duri
demi satu asa, istana impian hati
Napas mulai memburu, terengah..
namun ia tak jua jengah, terlebih putus asa
meski rasa lelah tak terbantah
Sesaat ia memperlambat langkahnya
sambil menanggalkan pakaian perangnya,
langkahnya lebih ringan sekarang
beban pakaian itu demikian berat,
hingga menghambat gerak langkahnya
Seorang Ksatria tanpa kuda dan pakaian perang berlari,
telusuri jalan berliku nan terjal dan penuh duri
demi satu asa, istana impian hati
Peluh telah banjiri sekujur tubuh,
ragapun mulai tampak lusuh,
namun tak jua muncul keluh,
ia tetap teguh
pancangkan tekad dengan kukuh
Kembali ia memperlambat langkah,
sambil menanggalkan pedang pusakanya,
langkahnya semakin ringan
Seorang satria tanpa kuda, pakaian perang dan pedang pusaka
tak lagi berlari,
ia berjalan...
telusuri jalan berliku nan terjal dan penuh duri,
demi satu asa, istana impian hati
Ia berjalan tanpa ambisi,
Ia berjalan bukan lantaran perintah sang raja,
Ia berjalan karena memang harus berjalan,
tak penting lagi baginya, akankah ia tiba di istana impian itu
atau justru mati sebelum tiba
yang ia tahu.., ia harus tetap berjalan.



Jakarta, 30 Oktober 2009

November 15, 2009

Tembang Panca Panugrahan

Tiga hari sudah aku berbaring nyaris tanpa daya
Nyeri.., pedih.., panas.. membaur jadi satu
Sudah kuduga memang sejak beberapa hari lalu
Bahwa raga usang ini akan tergolek
Namun sama sekali tak ku sangka bahwa penyakit yang mendera
Justru penyakit menjijikan yang sangat menular

Oh BUNDA SEMESTA..,
Dalam setian EranG kesakitanku
Aku masih berharap ada makna yang dapat kupetik dari semua ini
Tanya demi Tanya kulontarkan bagi diri
Agar layak kudendangkan kidung syukur
Dari setiap rintihanku
Akhirnya kutemukan jawabnya
Dan kidung syukurpun memang harus ku lantunkan
Lantaran apa yang semula kuanggap derita ini
Sesungguhnyalah sebuah AnuGeRah yang luar biasa
Dan aku mendapat keuntungan berlipat darinya Diantaranya,



  • Aku diijinkan istirahat oleh atasanku sampai sembuh, meski bukan karena simpati semata, melainkan lebih karena rasa jijik dan takut tertular.
  • Tak perlu menambah daftar tumpukan hutang budi. Karena rekan2 kerja tak perlu repot-repot urunan mengumpulkan dana bantuan untuk biaya pengobatan, lantaran mereka tahu aku gak suka ke DOKTER jadi tak perlu biaya pengobatan.
  • Aku tak perlu berjuang keras lagi tuk menghindar dari godaan-godaan nakal gadis-gadis cantik. Lantaran dalam kondisi seperti ini pasti gak ada yang bakal menggoda, Ngeledek mungkin, hahaha….
  • Aku semakin menyadari kasih istri yang begitu luar biasa, terbukti dari caranya merawatku. Plus kedigjayaan putra pertama kami, yang melalui tatapan dan ‘magic words’ [ aa.., mmaa.., eepp.. ooo..] nya mampu mengobati setiap luka pada poriku.
  • Tak kalah kasih Ibuku, tak seperti yang lain yang tak datang membesuk lantaran jijik dan takut tertular, Ibuku justru menangis saat kularang untuk datang. Ia tetap datang dan memberikan berkahnya untukku tanpa rasa jijik. Sembah sujudku bagimu IBU. Engkaulah perwujudan BUNDA SEMESTA bagiku.

  • OH SANG MAHA KASIH..,
    Terima kasih… atas semua anugerah ini…
    ===========
    Den Mas Bagus Dhika
    Sabtu dini hari
    Akhir Okt 2009